MANUSIA
DAN TANGGUNG JAWAB
Ø SKEMA
RESUME
“MANUSIA DAN TANGGUNG JAWAB”
A.
Pengertian
Tanggung Jawab
Tanggung
jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum
bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung,memikul jawab, menanggung
segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung
jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang
disengaja maupun yang tidak disengaja. Tangung jawab juga berarti
berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Tanggung
jawab dalam pengertian lain adalah ciri manusia beradab(berbudaya). Manusia
merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruknya
perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian
atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau meningkatkan kesadran bertanggung
jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan, penyuluhan, keteladanan, dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Macam-macam Tanggung Jawab
Manusia
itu berjuang memenuhi keperluannya sendiri atau untuk
keperluan pihak lain. Untuk itu ia manghadapi manusia
lain dalam masyarakat atau menghadapi lingkungan alamo Dalam
usahanya itu manusia juga menuadari bahwa ada kekuatan lain yang
ikut menentukan yaitu kekuasaa Tuhan. Dengan demikian
tanggung jawab itu dapat dibedakan
menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya.
Atas dasar ini, lalu dikenal beberapa jenis tanggung
jawab, yaitu :
ü Tanggung jawab terhadap diri sendiri
Tanggung
jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk
memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan keoribadian sebagai manusia
pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah kemanusiaan mengenai dirinya
sendiri menurut sifat dasarnya manusia adalah mahkluk bermoral, tetapi manusia
juga pribadi.
Contoh:
Rudi membaca
sambil berjalan. Meskipun sebentar-sebentar ia melihat jalan, tetap
juga ia lengah, dan terperosok ke sebuah lobang.
kakinya terkilir. Ia menyesali dirinya sendiri akan kejadian itu.Ia harus
beristirahat dirumah beberapa hari. Konsekwensi tinggal di rumah
beberapa hari merupakan tanggung jawab sendiri akan kelengahannya.
ü Tanggung jawab terhadap keluarga
Keluarga merupakan
masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri.
ayah-ibu dan anak-anak. dan juga orang lain yang
menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib
bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini
menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan
kesejahteraan, keselamatan. pendidikan, dan kehidupan.
Contoh :
Seorang ibu telah dikarunia tiga anak, kemudian oleh sesuatu sebab suaminya meninggal dunia, karena ia tidak mempunyai pekeIjaan/tidak beketja pada waktu suaminya masih hidup maka demi rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga ia melacurkan diri.
Ditinjau dari segi moral hal ini tidak bisa diterima karena melacurkan diri tennasuk tindakan di kutuk, tetapi dari segi tanggung jawab ia tennasuk orang yang dipuji. karena demi rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga ia rela berkorban menjadi manusia yang hina dan dikutuk.
Contoh :
Seorang ibu telah dikarunia tiga anak, kemudian oleh sesuatu sebab suaminya meninggal dunia, karena ia tidak mempunyai pekeIjaan/tidak beketja pada waktu suaminya masih hidup maka demi rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga ia melacurkan diri.
Ditinjau dari segi moral hal ini tidak bisa diterima karena melacurkan diri tennasuk tindakan di kutuk, tetapi dari segi tanggung jawab ia tennasuk orang yang dipuji. karena demi rasa tanggung jawabnya terhadap keluarga ia rela berkorban menjadi manusia yang hina dan dikutuk.
ü Tanggung jawab terhadap Masyarakat
Pada hakekatnya manusia
tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain. sesuai dengan
kedudukannya sebagai mahkluk sosial. Karena membutuhkan manusia lain.
Contoh:
Hanafi terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan menghina pakaian pengantin adat Minangkabau. Ia tidak memakai pakaian itu, bahkan penutup kepala yang dikeramatkan pun semula ditolak. Tetapi setelah ada ancaman dari pihak pengiring, terpaksa Hanafi mau memakainya juga. Di dalam peralatan itu hampir-hampir pernikahan dibatalkan,karena timbul perselisihan antara pihak kaum perempuan dengan pihak kaum laki-laki. Pangkalnya dari Hanafi juga. Ia berkata pakaian mempelai yang masih sekarang dilazimkan di negerinya, yaitu pakaian secara zaman dahulu, disebutkannya cara anak komedi Istambul. Jika ia dipaksa memakai secara itu, sukalah urung sahaja, demikian katanya dengan pendek. Setelah timbul pertengkaran di dalam keluarga pihaknya sendiri akhimya diterimalah, bahwa ia memakai smoking, yaitu jas hitam, celana hitam, dengan berompi dan berdasi putih. Tetapi waktu hendak menutup kepalanya, sudah berselisih pula. Dengan kekerasan ia menolak pakaian dester suluk,yaitu pakaian orang Minangkabau. Bertangisan sekalipun perempuan meminta supaya ia jangan menolak tanda keminangkabauan yang satu, yaitu selama beralat saja. Jika peralatan sudah selesai, bolehlah ia nanti memakai sekehendak hatinya pula. Hanafi tetap menolak kehendak orang tua, ia tidak hendak menutup kepala, karena lebih gila pula dari pada anak komidi, bila memakai dester saluk dengan baju smoking dan dasi. Setelah ibunya sendiri hilang sabamya dan memukul-mukul dada di muka anak yang “terpelajar” itu, barulah Hanafi menurut kehendak orang banyak, sambil mengeluh dan teringat akan badannya yang sudah “tergadai”. Untunglah ia menurutkan hal menutup kepala itu, karena sekalian pengantar dan pasuinandan (pengiring bangsa perempuan) sudah berkata bahwa mereka talc sudi mengiringkan “mempelai didong”. Akhimya Hanafi tunduk pula dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, Meskipun harus bersitegang dahulu. Sebagai pertanggungjawaban kecongkakan dan kesombongannya itu, Hanafi harus menerima rasa antipati dari masyarakat Minangkabau yang sangat ketat terhadap adat itu (salah asuhan).
Contoh:
Hanafi terlalu congkak dan sombong, ia mengejek dan menghina pakaian pengantin adat Minangkabau. Ia tidak memakai pakaian itu, bahkan penutup kepala yang dikeramatkan pun semula ditolak. Tetapi setelah ada ancaman dari pihak pengiring, terpaksa Hanafi mau memakainya juga. Di dalam peralatan itu hampir-hampir pernikahan dibatalkan,karena timbul perselisihan antara pihak kaum perempuan dengan pihak kaum laki-laki. Pangkalnya dari Hanafi juga. Ia berkata pakaian mempelai yang masih sekarang dilazimkan di negerinya, yaitu pakaian secara zaman dahulu, disebutkannya cara anak komedi Istambul. Jika ia dipaksa memakai secara itu, sukalah urung sahaja, demikian katanya dengan pendek. Setelah timbul pertengkaran di dalam keluarga pihaknya sendiri akhimya diterimalah, bahwa ia memakai smoking, yaitu jas hitam, celana hitam, dengan berompi dan berdasi putih. Tetapi waktu hendak menutup kepalanya, sudah berselisih pula. Dengan kekerasan ia menolak pakaian dester suluk,yaitu pakaian orang Minangkabau. Bertangisan sekalipun perempuan meminta supaya ia jangan menolak tanda keminangkabauan yang satu, yaitu selama beralat saja. Jika peralatan sudah selesai, bolehlah ia nanti memakai sekehendak hatinya pula. Hanafi tetap menolak kehendak orang tua, ia tidak hendak menutup kepala, karena lebih gila pula dari pada anak komidi, bila memakai dester saluk dengan baju smoking dan dasi. Setelah ibunya sendiri hilang sabamya dan memukul-mukul dada di muka anak yang “terpelajar” itu, barulah Hanafi menurut kehendak orang banyak, sambil mengeluh dan teringat akan badannya yang sudah “tergadai”. Untunglah ia menurutkan hal menutup kepala itu, karena sekalian pengantar dan pasuinandan (pengiring bangsa perempuan) sudah berkata bahwa mereka talc sudi mengiringkan “mempelai didong”. Akhimya Hanafi tunduk pula dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, Meskipun harus bersitegang dahulu. Sebagai pertanggungjawaban kecongkakan dan kesombongannya itu, Hanafi harus menerima rasa antipati dari masyarakat Minangkabau yang sangat ketat terhadap adat itu (salah asuhan).
ü Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap
manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir,
berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau
ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya
sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung
jawab kepada negara.
Contoh:
1) Dalam novel jalan tak ada ujung karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang tekenal sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru isa ini harus pula dipertanggung jawabkan kepada pemerintah kalau perbuataan itu diketahui ia harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.
2) Kumbakarna menolak perintah kakaknya, juga rajanya yaitu Rahwana untuk berperang melawan rama, karena kakanya berbuat keburukan. Bukan main Rahwana. Ia membangkit-bangkitkan hutang budi Kumbakama terhadap kerajan Alengka. Kumbakama menyadari kedudukannya sebagai pang1ima perang, karena itu berangkat juga ia ke medan perang menghadapi Rama. Akan tetapi ia maju ke medan perang bukan karena membela kakanya, melainkan karena rasa tanggung jawabnya sebagai panglima yang harus membela negara ( Ramayana)
Contoh:
1) Dalam novel jalan tak ada ujung karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang tekenal sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru isa ini harus pula dipertanggung jawabkan kepada pemerintah kalau perbuataan itu diketahui ia harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.
2) Kumbakarna menolak perintah kakaknya, juga rajanya yaitu Rahwana untuk berperang melawan rama, karena kakanya berbuat keburukan. Bukan main Rahwana. Ia membangkit-bangkitkan hutang budi Kumbakama terhadap kerajan Alengka. Kumbakama menyadari kedudukannya sebagai pang1ima perang, karena itu berangkat juga ia ke medan perang menghadapi Rama. Akan tetapi ia maju ke medan perang bukan karena membela kakanya, melainkan karena rasa tanggung jawabnya sebagai panglima yang harus membela negara ( Ramayana)
ü Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi
ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya
manusia mempunyai tanggung jawab Iangsnng ternadap Tuhan. Sehingga tindakan
manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam
berbagai kitab sud melalui berbagai macam agama Pelanggaran dari
hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan
peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan
melakukan kutukan.
Contoh:
Seorang
biarawati dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung
jawabnya terhadap Tuhan sesuai dengan hukum-hukum yang ada pada
agamanya, hal ini dilakukan agar ia dapat sepenuhnya
mengabdikan din kepada Tuhan demi rasa tanggung jawabnya.
Dalam rangka memenuhi tanggung jawab ini ia
berkorban tidak memenuhi kodrat pada umumnya yang seharusnya meneruskan
keturunannya yang sebetulnya juga merupakan sebagian tanggung jawabnya sebagai
mahkluk Tuhan.
C. Pengabdian dan Pengorbanan
A.
Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik
yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan
kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau satu ikatan dan semua
itu dilakukan dengan ikhlas.
Pengabdian itu pada
hakekatnya adalah rasa tanggung jawab. Apabila orang bekerja
keras sehari penuh untuk mencukupi kebutuhan. hal itu berarti
mengabdi kepada keluarga.
Berikut ini diberikan
gambaran bagaimana orang tua mengabdi kepada putra-putrinya
demi kebahagiaan keluarga mereka.
Sepasang suami istri guru sekolah dasar di sebuah desa. Anaknya cukup banyak. yaitu 6 orang. Untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga besar tesebut. si ibu tetap bekerja sebagai guru. karena tahu bahwa gaji suaminya juga kecil, Si ibu di rumah tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga, karena memang tidak mampu membayar pembantu. Untuk urusan pendidikan di sekolah si bapak yang bertanggung jawab, sedangkan si ibu untuk urusan pendidikan yang bersangkutan dengan rumah tanggga. Si Bapak mcmbimbing putra-putrinya dalam belajar di rumah malam hari. scdangkan siang hari saling dengan praktek biologi seperti menanam sayur. memelihara ternak yang hasilnya langsung dapat dimanfaatkan oleh keluarga. Si ibu mcngajar putra-putrinya memasak, mencuci piring.
Sepasang suami istri guru sekolah dasar di sebuah desa. Anaknya cukup banyak. yaitu 6 orang. Untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga besar tesebut. si ibu tetap bekerja sebagai guru. karena tahu bahwa gaji suaminya juga kecil, Si ibu di rumah tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga, karena memang tidak mampu membayar pembantu. Untuk urusan pendidikan di sekolah si bapak yang bertanggung jawab, sedangkan si ibu untuk urusan pendidikan yang bersangkutan dengan rumah tanggga. Si Bapak mcmbimbing putra-putrinya dalam belajar di rumah malam hari. scdangkan siang hari saling dengan praktek biologi seperti menanam sayur. memelihara ternak yang hasilnya langsung dapat dimanfaatkan oleh keluarga. Si ibu mcngajar putra-putrinya memasak, mencuci piring.
Mencuci pakaian.
membersihkan rumah. Anak-anaknya yang mulai
besar menjadi semacam asistennya. Setelah anak-anaknya
mulai harus sckolah di kota, mereka itu hanya disewakan kamar yang murah dengan
harus memasak dan mencuci sendiri yang sudah terlatih baik waktu di
desa. Demikianlah maka kamar itu makin
banyak penghuninya oleh adik-adik yang juga menyusul kakak untuk belajar dikota. Sekali seminggu
seorang pulang untuk mengambil uang dan
perbekalan di desa, dan sekali sebulan ayah-ibu datang ke kota untuk tetap
mengakrabkan hubungan mereka sebagai keluarga, sekaligus mengontrol
apakah anak-anaknya menjalankan kewajibannya secara benar. Hal
demikian juga dilakukan oleh
keluarga itu waktu anak terbesar harus masuk ke
perguruan tinggi. Pada waktu si sulung sudah tarnat dan bekerja, ia
pindah ke tempat kerjanya dan berfungsi sebagai donateur
ternadap adik-adiknya. Walhasil
seluruh putra-putri keluarga guru tersebut dapat menamatkan
sekolahnya dan menjadi sarjana. Sementara itu si
bapak dan ibu bertahan bekerja sebagai guru di desa demi mengabdi kepada putra-putrinya
agar dapat menjadi manusia yang hidupnya
tidak sesulit dirinya. Waktu mereka sudah
pensiun, mereka merasakan bahwa pengabdiannya pada
putra putrinya juga sudah cukup, mereka
merasa puas karena mampu membekali putra-putrinya dengan ilmu yang dijadikan kail
dalam menempuh kehidupan ini.
Pengabdian kepada agama atau kepadaTuhan terasa menonjolnya seperti yang dilakukan oleh para biarawan dan biarawati. Pada umumnya mereka itu adalah orang-orang yang terjun di ladang Tuhan karena kesadaran moralnya,karena panggilanTuhan. Mereka meningggalkan keluarganya dan tidak akan berkeluarga, Sehingga hampir seluruh waktu waktu, pikiran, tenaga maupun kegiatan hanya tercurah untuk memuliakan Tuhan. Dalam agama yang tidak membedakan manusia atas dasar ras ataupun bangsa itu, para biarawan atau biarawati ditempatkandi daerah – daerah yangjauh dan terpencil.Semuanya dilakukan dengan semboyan tugas sud. Selain pada gereja Katolik,pada agama Budha juga dikenal biarawati atau biarawan dengan sebutan bhiksu dan bhiksuni dengan cara kehidupan yang tidak jauh berbeda.
Pengabdian kepada negara dan bangsa yang juga menyolok antara lain dilakukan oleh pegawai negeri yang bertugas menjaga mercusuar di pulau yang terpencil. Mereka bersama keluarganya hidup terpencil terpencil dari masyarakat ramai, sementara ito sctiap ban tiupan angin kencang dan laut tidak pernah bernenti, apalagi bila terjadi badai. Mereka bersunyi diri dalam rnengabdikan diri demi keselamatan kapal yang lalu lalang. Kesenangan yang dapat dirasakan oleh pegawai negri di kota tidak dapat dirasakan,mungkin sekali-sekali bila mereka memperoleh cuti tahunan. Kesenangandan kegembiraansesamapegawai negri haanya mereka bayangkan secara terang di alam yang demikian sepi. Anak-anak mereka sulit berkembang sebagai mahluk sosial, dan tebatas untuk dapat mengembangkan diri akibat terpencilnya tempat tinggalnya. Dengan membandingkanmereka dan kehidupan kawan-kawannya di kota atau di tempat yang lebih enak terasa arti pengorbanan mereka demi keselamatan manusia lain, bangsa dan negara sendiri.
Pengabdian kepada agama atau kepadaTuhan terasa menonjolnya seperti yang dilakukan oleh para biarawan dan biarawati. Pada umumnya mereka itu adalah orang-orang yang terjun di ladang Tuhan karena kesadaran moralnya,karena panggilanTuhan. Mereka meningggalkan keluarganya dan tidak akan berkeluarga, Sehingga hampir seluruh waktu waktu, pikiran, tenaga maupun kegiatan hanya tercurah untuk memuliakan Tuhan. Dalam agama yang tidak membedakan manusia atas dasar ras ataupun bangsa itu, para biarawan atau biarawati ditempatkandi daerah – daerah yangjauh dan terpencil.Semuanya dilakukan dengan semboyan tugas sud. Selain pada gereja Katolik,pada agama Budha juga dikenal biarawati atau biarawan dengan sebutan bhiksu dan bhiksuni dengan cara kehidupan yang tidak jauh berbeda.
Pengabdian kepada negara dan bangsa yang juga menyolok antara lain dilakukan oleh pegawai negeri yang bertugas menjaga mercusuar di pulau yang terpencil. Mereka bersama keluarganya hidup terpencil terpencil dari masyarakat ramai, sementara ito sctiap ban tiupan angin kencang dan laut tidak pernah bernenti, apalagi bila terjadi badai. Mereka bersunyi diri dalam rnengabdikan diri demi keselamatan kapal yang lalu lalang. Kesenangan yang dapat dirasakan oleh pegawai negri di kota tidak dapat dirasakan,mungkin sekali-sekali bila mereka memperoleh cuti tahunan. Kesenangandan kegembiraansesamapegawai negri haanya mereka bayangkan secara terang di alam yang demikian sepi. Anak-anak mereka sulit berkembang sebagai mahluk sosial, dan tebatas untuk dapat mengembangkan diri akibat terpencilnya tempat tinggalnya. Dengan membandingkanmereka dan kehidupan kawan-kawannya di kota atau di tempat yang lebih enak terasa arti pengorbanan mereka demi keselamatan manusia lain, bangsa dan negara sendiri.
B.
Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata
korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarti pemberian untuk
menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat
kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih. Suatu pemberian yang didasarkan atas
kesadaran moral yang tulus ikhlas semata-mata.
Pengorbanan dalam arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila kita membaca atau mendengarkan kotbah agama. Dari kisah para tokoh agama atau nabi, manusia memperoleh tauladan, bagaimana scmestinya wajib berkorban. Berikut ini diberikan dua buah penggambaran.
Pangeran Sidharta Gautama dari Kapilawastu diharapkan oleh ayahnya untuk kemudian menggantikan kedudukannya sebagai raja. Tetapi, Pangeran tersebut lebih tetarik pada kehidupan pertapa untuk memperoleh penerangan agung bagaimana caranya manusia dapat membebaskan dirinya dari sengsara (samsara) melalui pelepasan (mokhsa) dan mencapai kehidupan abadi di sorga (nirvana). Ia mengorbankan kehidupannya yang mewah duniawi dalam istana, ia mengorbankan kepentingan keluarganya, karena memandang bahwa kepentingan umat manusia yang bodoh (avidhya) perlu didahulukan. Usahanya berhasil memperoleh penerangan agung di tcmpat pertapaan Bodh Gaya, yang kemudian disiarkan kepada umat manusia. Ia rela mengorbankan duniawinya, keluarganya. demi kepentingan umat manusia yang derajatnya lebih tinggi. Ia menjadi seorang Budha yang akhimya tidak dilahirkan kembali dan menjadi pendiri agama Budha.
Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk mengorbankan putra tunggalnya Ismail. Walaupun ia sangat sayang pada putranya tersebut, perintah Allah untuk mengorbankan tetap dipatuhinya. Allah menguji kesetiaan dan besamya pengorbanan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim tidak sampai hati melihat pisaunya dipotongkan ke leher putranya, tetapi ia sudah bertekad setia menjalankan perintahNya. Kemudian terbukti. bahwa putra yang mau dikorbankan kepada Allah sudah berganti dengan biri-biri. Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada Allah lebih tinggi kadamya daripada pengorbanan oleh nabi ibrahim sekarang yang ditiru oleh oleh umat Islam yang menjalankan ibadah haji di Tanah Suci maupun umat Islam di wilayah lain dengan mengorbanan temak untuk keperluan fakir miskin pada hari raya Idul Qurban.
Perbedaan antara pengertian pcngabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Antara sesama kawan, sulit dikatakan pengabdian, karena kata pengabdian mengandung arti lebih rendah tingkatannya.
Pengorbanan dalam arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila kita membaca atau mendengarkan kotbah agama. Dari kisah para tokoh agama atau nabi, manusia memperoleh tauladan, bagaimana scmestinya wajib berkorban. Berikut ini diberikan dua buah penggambaran.
Pangeran Sidharta Gautama dari Kapilawastu diharapkan oleh ayahnya untuk kemudian menggantikan kedudukannya sebagai raja. Tetapi, Pangeran tersebut lebih tetarik pada kehidupan pertapa untuk memperoleh penerangan agung bagaimana caranya manusia dapat membebaskan dirinya dari sengsara (samsara) melalui pelepasan (mokhsa) dan mencapai kehidupan abadi di sorga (nirvana). Ia mengorbankan kehidupannya yang mewah duniawi dalam istana, ia mengorbankan kepentingan keluarganya, karena memandang bahwa kepentingan umat manusia yang bodoh (avidhya) perlu didahulukan. Usahanya berhasil memperoleh penerangan agung di tcmpat pertapaan Bodh Gaya, yang kemudian disiarkan kepada umat manusia. Ia rela mengorbankan duniawinya, keluarganya. demi kepentingan umat manusia yang derajatnya lebih tinggi. Ia menjadi seorang Budha yang akhimya tidak dilahirkan kembali dan menjadi pendiri agama Budha.
Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk mengorbankan putra tunggalnya Ismail. Walaupun ia sangat sayang pada putranya tersebut, perintah Allah untuk mengorbankan tetap dipatuhinya. Allah menguji kesetiaan dan besamya pengorbanan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim tidak sampai hati melihat pisaunya dipotongkan ke leher putranya, tetapi ia sudah bertekad setia menjalankan perintahNya. Kemudian terbukti. bahwa putra yang mau dikorbankan kepada Allah sudah berganti dengan biri-biri. Pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada Allah lebih tinggi kadamya daripada pengorbanan oleh nabi ibrahim sekarang yang ditiru oleh oleh umat Islam yang menjalankan ibadah haji di Tanah Suci maupun umat Islam di wilayah lain dengan mengorbanan temak untuk keperluan fakir miskin pada hari raya Idul Qurban.
Perbedaan antara pengertian pcngabdian dan pengorbanan tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan. Antara sesama kawan, sulit dikatakan pengabdian, karena kata pengabdian mengandung arti lebih rendah tingkatannya.
0 komentar:
Posting Komentar